Sabtu, 07 Januari 2012

Control Yourself For Better Life

“He Who Controls Other May Be Powerful,
But He Who has Mastered Himself is Mightier Still” (1)
(Lao-Tzu)

Pengendalian diri merupakan sebuah proses dalam diri manusia untuk menjadikan diri memandang suatu persoalan dengan proporsional guna mengambil hikmah yang tersurat maupun tersirat dari persoalan yang mucul untuk dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas keimanan.
Pengendalian diri merupakan hal yang menjadi persoalan bagi setiap individu manusia dalam menghadapi kesulitan dunia. hal yang paling sulit adalah saat manusia tidak dapat mengetahui kapan kesulitan akan datang dan utamanya bgmna rasio dan moral bertindak di atas segalanya daripada nafsu yang menguasai. kondisi demikian mendiptakan diri manusia menjadi pribadi yang sangat rumit namun mendapatkan tempat yang utama di sisi Allah SWT bilamana manusia mampu menghadapi segala persoalan yang ada dengan kesavaran fan rasa syukur kepada Sang Kholiq.
Konsep pengendalian diri telah diajarkan oleh Rasulullah SAW yang dapat dilihat dalam berbagai riwayat hadis ataupun Alqur’an. Menurut Nawari Ismail ada dua peristiwa yang menunjukkan perbuatan mengendalikan diri yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, yaitu peristiwa Thaif dan Fathul Mekkah yang memberikan beberapa hikmah untuk dikadikan renungan dan contoh bagi manusia untuk diteladani. Pertama, kemampuan mengendalikan diri bersumber dan menyatu dengan kemampuan mengendalikan nafsu ammarah, yaitu nafsu yang senantiasa mendorong seseorang untuk melakukan kemungkaran dan perbuatan jelek. Walaupun pengendalian diri merupakan proses internal dalam diri seseorang, namun ia punya dampak budaya dan sosial. Yaitu berupa hilangnya persepsi dan stereotip (negatif) dan terwujudnya interaksi yang baik dan harmoni sosial dalam kehidupan masyarakat. Pengendalian diri yang dilakukan seorang muslim, dan khususnya oleh elite, berfungsi sebagai titik tolak berkembangnya citra positif terhadap Islam dari pihak lain dan sekaligus menjadi modal pengembangan dan keberlangsungan Islam. Sejarah menunjukkan bahwa kemampuan pengendalian diri Rasulullah telah melempangkan perjalanan sejarah Islam berikutnya (2).
Kedua, Rasulullah telah memberikan tauladan tentang perlunya pengendalian diri dalam setiap waktu dan keadaan. Dari kedua contoh peristiwa tersebut, pengendalian diri harus dilakukan dalam dua keadaan. Yaitu ketika seseorang atau umat Islam ketika dihadapkan kepada banyak tantangan dan kesulitan dan berposisi minoritas. Peristiwa Thaif memberikan tuntunan itu. Juga ketika seseorang dan umat Islam berada dalam keadaan lapang, unggul atau dominan, sebagaimana dicontohkan Rasulullah dalam peristiwa fathul Makkah (3).
Ketiga, dari peristiwa Thaif juga dapat diambil hikmah tentang kekuatan do’a sebagai salah satu cara berdakwah. Doa menjadi modal spritual ketika dalam kesulitan, serta tidak punya modal sosial (jumlah jamaah dan jaringan pendukung), ekonomi (materi dan dana yang cukup), politik (kekuasaan), dan bahkan modal lisan (karena nasehat ditolak atau pendapat dan ide yang dibungkam). Do’a bukan merupakan ‘senjatanya’ orang-orang yang kalah, namun merupakan senjata ampuh untuk membalikkan sejarah kehidupan diri dan orang lain. Inilah makna hakiki Hadits yang menegaskan do’anya orang yang teraniaya dan marginal akan dikabulkan oleh Allah (4).
Implementasi pengendalian diri sebenarnya dapat dilakukan dengan menjalankan metode puasa atau intropeksi diri terhadap setiap aktivitas yang sudah kita lakukan. Hawa nafsu haruslah dikontrol semaksimal mungkin dengan usaha dari individu manusia dan berserah diri kepada sang Pencipta. Adapun usaha yang dilakukan oleh manusia adalah sebanyak-banyaknya melakukan perbuatan kebajikan

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetap sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, maliakat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, pederitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (Al-Baqarah :177).

Kebaikan (kebajikan) yang tertera di ayat di atas mencakup seluruh unsur agama islam: prinsip-prinsip keimanan, penegakan syariat seperti mendirikan sholat, membayar zakat dan ifak kepada orang yang membutuhkan dan amalan hari seperti bersabar dan menepati janji (5).
Oleh karena itu, mulailah pengendalian diri mulai saat ini untuk menjadikan kehidupan lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain serta memaknai hidup lebih positif.


1. katakatabijak.com, dapat diakses di http://katakatabijak.com/pengendalian-diri
2. www.radarjogja.co.id, Nawawi Ismail, Pengendalian Diri Dalam Sirah Nabi, dapat diakses pada http://www.radarjogja.co.id/component/content/article/22-cover-story/20462-pengendalian-diri-dalam-sirah nabi.html
3. ibid
4. www.radarjogja.co.id, ibid
5. almanhaj.or.id, dapat diakses di http://almanhaj.or.id/content/2800/slash/0

Kamis, 29 Desember 2011

Mau Dibawa Kemana Perfilman Indonesia? (Sebuah Refleksi)

Sejak diberikannya kesempatan kembali bagi pemilik-pemilik bioskop di Indonesia untuk menayangkan film-film box office, masyarakat mulai menyempatkan waktu kembali untuk menonton film di bioskop. Antrian pun tak kadang menadi hal yang lumrah bagi film-film yang menampilkan aktor-aktris terkenal dan memiliki alur plot yang dianggap bagus. masyarakat pun seringkali menceritakan kembali alur film kepada orang-orang yang belum menonton, meskipun belum tentu orang yang mendengarkan tertarik. Menceritakan kembali film hollywood yang dilihat bisa menjadi sebuah kepuasan batin tersendiri bagi penonton untuk menunjukkan bahwa mereka lebih tahu informasi, bisa untuk menunjukkan tingkatan sosial dalam masyarakat (semakin sering orang nonton film berarti tndanya punya banyak uang), bisa sekedar untuk ikut trend nonton, bisa juga pingin nyari tempat tidur yang enak karena di kost atau rumah ndak ada pendingin ruangang :).
Kualitas film hollywood jarang ada yang meragukan, meskipun ada memang film-film yang berbiaya rendah shngga mengakibatkan kualitas menjadi berkurang. namun secara keseluruhan film hollywood yang ditayangkan di bioskop mendapatkan apresiasi positif dari penonton. Lantas kemanakah film indonesia berada?
Sudah menjadi rahasia umum bahwa film Indonesia kalah bersaing dengan film hollywood, bisa ditengok kondisi bioskop yang di setiap teaternya hanya menyediakan film indonesia bila dibandingkan dengan bioskop yang menyediakan film-film hollywood. Masyarakat cenderung skeptis dan gerah dengan kondisi perfilman di Indonesia. Film Indonesia cenderung monoton yang didominasi film horor, film komedi, film horor komedi, film komedi horor, film horor aneh, film horor-hororan, film komedi yang terlihat seronok.
Selain Jenis Film yang itu-itu saja, ditambah lagi dengan alur cerita yang sering tidak jelas, dipaksakan, istilah kerennya gantung hingga bisa bikin orang yang nonton tidur karena bosan. Beberapa film mampu mendobrak jenis film yang sering disajikan di bioskop, misal Ketika Cinta Bertasbih, Dalam Mihrab Cinta, DI Bawah Lindungan Kakbah, Laskar Pelangi yang mendulang animo tinggi dari masyarakat namun sayangnya masih terbilang minim. Terobosan yang baik dilakukan oleh produser film indonesia seperti Nia Zulkarnaen dan Ari Sihasale yang mencoba menciptakan film yang inspiratif misalnya dengan Denias, atau adanya proyek film Semesta Mendukung. Permasalahan alur yang mengambang dan "gantung" seringkali disebabkan karena minimnya dana daan riset yang kurang lama
Kelemahan yang mencolok lain dari Film Indonesia adalah terkait tekhnologi animasi yang masih kurang baik sehingga membuat film yang punya alur yang baik menjadi tdiak bagus untuk ditonton.
Sudah seharusnya FIlm yang dibuat harus mampu memberikan visualisasi yang baik bagi penonton yang mampu meberikan hiburan yang baik setidaknya alur plot yang kurang baik dapat teratasi dengan tekhnologi animasi yang bagus. Berkaca pada film Korea yang berkutat pada hal yang sama dengan produksi film di Indonesia yaitu permasalahan dana produksi namun pada akhirnya kualitas film dapat dinikmati karena alur film dibuat menarik dan penonton dibuat penasaran hingga akhir FIlm.

Selain kata-kata keprihatinan akan perfilman di Indonesia. Dibutuhkan tindakan kreatif dari sineas perfilman di Indonesia dan dukungan pemerintah yang optimal untuk memajukan film di Indonesia

Jadi, selamat menonton film namun tetap kritis

Jumat, 23 Desember 2011

Membangun Etika Berpolitik dan Kesadaran Hukum dalam Pemilihan Raya Mahasiswa

Sebuah pertanyaan sederhana namun membuat saya termenung sesaat ketika seorang adik angkatan di kampus menceritakan akan kondisi paket peraturan perundang-undangan tentang pemilihan umum di universitas. Betapa tidak sejak era saya sebagai ketua mahakamah pemira periode 2009 dan 2010 belum ada pembenahan yang berarti tentang paketperundang-undangan pemilihan umum. Padahala dalam pemilihan umum terjadi sebuah kompetisi untuk menawarkan sebuah program yang merepresentasikan mahasiswa untuk menciptkan keharmonisan hubungan dengan pihak rektorat tanpa meninggalkan sikap kritis yang beretika.
Tanpa bermaksud mencela ataupun menjatuhkan teman-teman yang bertindak sebagai legislator, kualitas pembentukan peraturan perundang-undangan sangat jauh dari harapan. Hal ini dapat berakibat pada tidak tertatanya penyelennggaraan pemilihan umum yang kemungkinan besar menimbulkan terjadinya pelanggaran dan kecurangan dalam pemilihan umum. Kesan buruknya kualitas peraturan perundang-undangan dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama, dalam hal tenggat waktu pembahasan di era mahkamah pemilihan raya mahasiswa tahun 2009, pembahasan paket undang-undang penyelenggaraan pemilihan raya mahasiswa baru selesai pada saat pembentukan penyelenggara pemilihan umum, pada tahun 2010 paket undang-undang pemilihan umum pun juga selesai mendekati pembentukan penyelenggara pemlihan umum, dan pada tahun 2011 paket undang-undang pemilihan umum yang baru hingga pembentukan penyelenggara pemilihan uumum berakhir masih dalam tahap pembahasan yang berakibat pada berlakunya paket uu pemilihan umum periode tahun sebelumnya. Kedua, masih diketemukannya pasal-pasal yang tidak sesuai dengan urutan bab dalam sebuah undang-undang ataupun menimbulkan penafsiran yang ambigu. Sebagai contoh keberadaan pasal 5 ayat 2 dan pasal 6 ayat 1 dalam UU tentang partai Politik yang berbunyi
Pasal 5 ayat 2
Pengesahan partai mahasiswa oleh KPRM KM UGM selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
setelah penerimaan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 6 ayat 1
Partai pendaftar yang telah memenuhi ketentuan, wajib ditetapkan KPRM KM UGM paling lambat 3 (tiga) hari setelah pendaftaran dianggap telah memenuhi kelengkapan administratif.

Menurut saya, ketetuan ini saling bertentangan satu dengan yang lain yang menimbulkan kesulitan bagi penyelenggara pemilihan umum untuk membuat suatu ketentuan yang dapat menjadi pedoman bagi partai pendaftar seharusnya cukup disederhanakan saja dalam pasal 5 ayat 2 bahwa pengesahan partai pendaftar selambat-labatnya 7 (tujuh) hari. Ketentuan waktu 7 (tujuh) hari pun perlu dipertimbangkan pula oleh pembuat undang-undang apakah 7 (tujuh) hari kerja atau 7(tujuh) setelah penerimaan pendaftaran dengan memperhitungkan tenggat waktu selesainya pemilihan umum. Ketiga, buruknya kualitas Undang-undang dapat terlihat dari ketiadaan data atau notulensi pembahasan yang menggambarkan maksud pembentuk undang-undang menyusun suatu undang-undang. Hal yang lazim terjadi adalah badan legislative meminta diadakan pertemuan dengan Mahkamah Pemilihan umum dan menjelaskan akan pasal-pasal yang menjadi persoalan guna memperjelas suatu ketentuan namun alih-alih memberikan penjelasana tindakan yang dilakukan oleh badan legislative akan dinilai sebagai bentuk intervensi terhadap independensi hakim ketika suatu waktu akan memutus perkara.
Masalah mendasar dari penurunan kualitas dari sebuah undang-undang ataupun tidak terselesaikannya suatu undag-undang, dikarenakan faktor rendahnya bangunan kepercayaan antar partai politik untuk membentuk suatu undang-undang, faktor buruknya kualitas pembuat undang-undang (sumber daya manusia), faktor politik kekuasaan. Ketiga faktor tersebut harus dibenahi satu persatu agar ke depan pembetukan suatu undang-undang menjadi lebih berkualitas. dalam hal membangun kepercayaan memang tidaklah mudah namun dapat dimulai dengan dilakukannya diskusi bersama anatara partai politik akan suatu permasalahan yang sedang terjadi, bangunan kepercayaan dapat dimulai dengan dilakukannya komunikasi yang baik antar anggota partai politik, atau dengan adanya komitmen bersama dari semua penurus partai politik untuk membentuk sebuah undang-undang yang berkualitas dengan melakukan inventarisir kebutuhan dan prioritas. Buruknya kualitas pembuat undang-undang harus diatasi dengan menyiapkan program pelatihan bagi calon legislator. Dan terakhri dalam hal paradigm politik kekuasaan harus dibangun kesadaran dalam setiap partai politik untuk menciptakan paradigm baru yaitu politik kerakyatan yaitu setiap tindakan yang dilakukan harus memberikan dampak postif bagi kepentingan masayrakat.
Besar kiranya terjadi perubahan yang berdampak kemajuan bagi pembnetukan erturan perundang-undangan dan etika berpolitik para aktor-aktor politik agar tercipta kesatuan gerak membangun kualitas mahasiswa yang lebih baik bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Sabtu, 23 Juli 2011

MENEGAKKAN TIANG EKONOMI NEGARA DENGAN MENCIPTAKAN WIRAUSAHAWAN DOMESTIK

Pada Tanggal 2 Februari 2011 Menteri Koperasi dan UKM, Sjafrudin Hasan telah menyatakan Gerakan Nasional Kewirausahaan Nasional yang menandakan bahwa pemerintah serius menciptakan para entrepeneurship untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi negara sehingga dapat dikatakan sebagai negara maju. Jumlah entrepeneurship di Indonesia baru mencapai 0,24% sedangkan di negara maju jumlah entrepeneurship mencapai 2%. Ketua DPR, Bapak Marzuki Alie juga menyampaikan dalam tulisan mengenai “Kewirausahaan Dalam Rangka Kebangkitan Nasional” pada tanggal 6 Juni 2011 menyatakan Seorang Ilmuwan Amerika bernama David McClelland, pernah menjelaskan bahwa suatu negara disebut makmur jika mempunyai jumlah wirausahawan minimal 2% dari jumlah penduduknya. Namun, saat ini jumlah pengusaha Indonesia hanya 0,24% dari jumlah penduduk. Jika jumlah penduduk Indonesia sekitar 240 juta, maka negeri ini membutuhkan setidaknya 4,2 juta pengusaha lagi untuk mencapai minimal 2% jumlah usahawan.Hal ini sebenarnya masih minim dibandingkan persentase di negara-negara lain. Sebagai contoh, jumlah pengusaha di Singapura mencapai 7,2% dari jumlah penduduk, Malaysia 2,1%, Thailand 4,1%, Korea Selatan 4%, China dan Jepang 10%, sementara Amerika Serikat 11,5%. Lantas, apakah dengan program Gerakan Nasional Kewirusahaan Nasional yang dideklarasikan oleh Menteri Koperasi dan UKM akan menciptakan wirausahawan-wirausahawan yang dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran di Indonesia?.
Sebenarnya, bila kita berkaca pada data BPS Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada Maret 2011 mencapai 30,02 juta orang (12,49 persen), turun 1,00 juta orang (0,84 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2010 yang sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Menurut Republika, jumlah penduduk miskin di Indonesia yang sebesar 30,02 persen ini setara dengan jumlah penduduk di Malaysia. Apabila, pemerintah ingin mempercepat pengurangan penduduk miskin maka diperlukan percepatan pula untuk membangun lapangan kerja baru dengan menciptakan wirausahawan yang mandiri dan mampu menciptakan lapangan kerja padat karya. Menciptakan wirausahawan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Hal yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah dengan membentuk sistem pendidikan yang menciptakan entrepreneurs handal sebagai contoh MIT (Massachusette Institute Technology) dimana dalam kurun waktu tahun 1980-1996 ditengah pengangguran terdidik yang semakin meluas dan kondisi ekonomi, sosial politik yang kurang stabil, MIT merubah arah kebijakan perguruan tingginya dari high Learning Institute dan Research University menjadi Entrepreneurial University. Meskipun banyak pro kontra terhadap kebijakan tersebut namun selama kurun waktu diatas (16 tahun) MIT mampu membuktikan lahirnya 4 ribu perusahaan dari tangan alumni-alumninya dengan menyedot 1.1 juta tenaga kerja dan omset sebesar 232 miliar dolar pertahun. Permasalahannya, orang-orang yang mau masuk dalam Entrepreneurial University mengeluarkan uang yang tidak sedikit agar bisa menikmati pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah memberikan kontribusi nyata dalam menghasilkan entrepreuneurship  dan mengapresiasi keberadaan Entrepreneurial University. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah terkait dua hal ini. Pertama, mencari bibit mahasiswa berjiwa Entrepeneurship dan berkualitas dari unversitas-universitas di seluruh Indonesia. Kedua, mengintegrasikan output dari Entrepreneurial University ke dalam Program Gerakan Kewirausahaan Nasional Yang dicanangkan pemerintah. Ketiga,pemerintah harus mulai merubah maindset dengan tidak hanya memfokuskan pada output wirausahawan yang kesulitan modal saja, namun juga memperhatikan terhadap proses baik melalu pendidikan yang berkualitas dan murah, mendorong keterlibatan semua pihak termasuk pengusaha, dan memberikan kemudahan berusaha bagi wirausahawan-wirausahawan baru.

Selasa, 05 Juli 2011

Hukum Cinta

Sebuah tulisan yang sy kutip dari sebuah blog lainnya mengenai cinta yang menurut sy menarik dan patut dikaji kebenarannya. Tulisannya berisikan tentang Hukum Cinta:

HUKUM CINTA

  • Jika kamu mencintai seseorang dan dia tidak membalasnya, jangan salahkan dirimu, tidak ada yang salah dengan dirimu. Karena cinta hanya memilih untuk tidak bersemayam di dalam hatinya.
  • Jika kamu dicintai seseorang dan kamu tidak mencintainya, kamu harus merasa terhormat karena cinta datang mengetuk pintu hatimu. Namun tolaklah dengan lembut anugrah yang tak dapat kamu balas ini. Janganlah kamu ambil keuntungan darinya dan janganlah kamu berbuat yang menyakitkan. Bagaimana kamu memperlakukan cinta adalah bagaimana kamu memperlakukan dirimu sendiri. Karena semua hati merasakan rasa bahagia dan rasa pedih yang sama, meskipun hidup yang kita jalani berbeda-beda.
  • Jika kamu mencintai seseorang dan ia membalasnya, namun cinta memutuskan untuk pergi. Tak usah kamu berusaha meraihnya kembali atau bahkan menyalahkan. Relakanlah, karena semua kejadian mempunyai alasan dan mempunyai makna dan hikmah dibaliknya. Waktu yang kan membuka semuanya.
  • Ingatlah, bahwa bukan dirimu yang memilih cinta, namun cinta yg memilih kamu. Yang dapat kamu lakukan hanyalah menerimanya dengan segala rasa gembira dan bahkan rasa sakit yang diakibatkannya. Nikmati kebahagiaan yang meluap-luap saat dia memasuki hidupmu dan ikhlaskanlah saat dia pergi meninggalkanmu.
  • Banyak orang yang salah mengartikan cinta. Mereka berpikir kalau cinta sebagai sebuah kebutuhan. Merasa seakan-akan hati adalah gelas yang kosong dan perlu diisi dengan cinta. Merasa kalau cinta adalah sesuatu yang mengalir kepada mereka, bukan dari mereka. Mereka lupa makna cinta sebagai sebuah anugrah, bahwasanya cinta bisa berkembang jika kita memberikannya kepada orang lain.
  • Satu hal yang harus kamu ingat dan camkan dalam hati. Cinta punya masanya, punya musimnya dan punya alasannya sendiri untuk datang dan pergi. Kamu tak bisa membujuknya atau bahkan memaksanya untuk datang dan tinggal.
  • Saat cinta memutuskan untuk pergi meninggalkan hatimu atau hati orang yang kamu cintai, tak ada yang bisa kamu lakukan dan tak ada yang harus kamu lakukan. Cinta selalu dan akan terus menjadi sebuah misteri dan keajaiban. Bahagialah karena cinta pernah datang dan hidup dalam hatimu, meski hanya sesaat [1].

Pendapat penulis akan dituangkan dalam tulisan yang lain. Dan bagi yang tertarik dengan pendapat blog di atas tentang hukum cinta sebaiknya mulai mengkaji bagaimana cinta itu sebenarnya ? 



Senin, 04 Juli 2011

Menciptakan Pemilihan Raya Mahasiswa yang Berkualitas

Dua kali penulis ikut dalam penyelenggaraan pemilihan raya mahasiswa (Pemira) sebagai salah satu orang yang bertugas memutus sengketa dalam Pemira. Selama keikutsertaan tersebut, penulis mempelajari banyak hal salah satunya adalah bagaimana menerapkan ilmu hukum dalama kehidupan berdemokrasi di Universitas melalui aturan yang sudah disiapkan oleh badan eksekutif dan badan legislatif mahasiswa di Universitas. Pemira yang berlangsung pun sebenarnya tidak jauh dari pemilu nasional yang dielenggarakan oleh KPU. Pemira di Universitas menjadi contoh yang baik bagi kehidupan berdemokrasi di tingkat nasional.

Sayangnya, Pemira yang diselenggarakan di tingkat Universitas selalu menghadapi kendala. Kendala yang terjadi dapat dikulifikasikan dalam 3 tahapan yang terdiri dari tahapan pra-Pemira, Pemira, dan pasca-Pemira. Pertama,  Tahapan pra-Pemira berarti tahapan dalam pembentukan Undang-Undang paket Pemira yaitu Undang-Undang Tentang Partai Pemira, Undang-Undang Tentang Penyelengaraan Pemira, dan Undang-Undang Tentang Calon Presiden Mahasiswa, Dewan Perwakilan Mahasiswa, Dan Dewan Perwakilan Fakultas. Pembentukan Undang-Undang Pemira sebenarnya dapat berpedoman pada  Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perauturan Perundang-Undangan beserta penjelasan yang memuat  asas-asas yang harus dipenuhi dalam  pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu:
a. kejelasan tujuan (etiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai).;
b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat (setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang);
c.  kesesuaian antara jenis dan materi muatan (dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya);
d. dapat dilaksanakan (setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis);
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan (setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara);
f.  kejelasan rumusan (setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya); dan
g. keterbukaan (dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari pencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai desempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan) [1]
Pembentukan UU Pemira yang berkualitas akan memudahkan badan penyelenggara Pemira baik Komisi Pemilihan Raya Mahasiswa (KPRM), Badan Pengawas Pemilihan Raya Mahasiswa (Bawasra), dan Mahkamah Pemira. Undang-Undang Pemira yang berkualitas juga memberikan kejelasan bagi peserta Pemira untuk mengikuti Pemira yang berdampak pada ketaatan dan apresiasi positif pada kinerja badan legislatif di tingkat Universitas. Permasalahan yang muncul terkait pembentukan peraturan perundang-undangan juga dalam hal jangka waktu penyusunan Undang-Undang Paket Pemira. Seharusnya Undang-Undang Paket Pemira disusun dalam jauh sebelum penyelenggaraan Pemira. Keseriusan badan legislatif dan eksekutif di tingkat universitas merupakan sebuah keniscayaan Dengan demikian kinerja badan penyelenggara Pemira dapat maksimal dan tidak terkesan terburu-buru.
Kedua, Tahapan Pemira tidak bisa dilepaskan dari kinerja badan-badan penyelenggara Pemira dan peserta Pemira untuk menciptakan Pemira sebagai sarana demokrasi yang berlandaskan hukum. hal ini dapat dimulai dari 
a. masing-masing badan penyelenggara pemira untuk memahami UU Paket Pemira, apabila terjadi kesulitan dalam memahamai Undang-Undang Paket Pemira maka badan-badan penyelenggara Pemira dapat memanggil pihak-pihak yang terkait untuk mendapat penjelasan berkaitan dengan pasal-pasal yang tidak jelas dengan dilakukannya forum bersama antara badan-badan penyelenggara Pemira dengan badan yang menjalankan fungsi Legislatif di Tingkat Universitas. Forum tersebut dilakukan dengan kesadaran yang tinggi akan independesi badan penyelenggara Pemira; 
b. sosialisasi yang memadai akan tugas dan kewenangan badan-badan penyelenggara pemira serta peraturan-peraturan yang penting untuk dikeluarkan;
c. Pentingnya pemahaman masing-masing badan-badan penyelenggara Pemira akan peranan masing-masing berdasarkan UU paket Pemira
d. Peserta pemira harus memahami Undang-Undang paket Pemira dan menjalankannya meskipun ada kekurangannya. Kekurangan yang berkaitan dengan formiil dilakukan dengan memperbaiki suatu UU melalu proses legislasi, dalam hal kekurangan secara materiil maka diserahkan pada hakim untuk melakukan penafsiran dan penemuan hukum. 
Ketiga, tahapan pasca Pemira yang berkaitan dengan hasil dari Pemira yang bertujuan memilih Presma, DPF, dan DPM. Setiap peserta Pemira diberikan hak untuk mengajukan gugatan terhadap hasil Pemira yang dianggap bermasalah. Namun haruslah dilihat secara jelas bagaimana ketentuan dalam pengajuan gugatan terhadap hasil Pemira. 

Akhirnya, menciptakan Pemira yang berkualitas memerlukan kerjasama semua civitas akademika agar Pemira menjadi sebuah kebutuhan bukan keterpaksaan. 

Daftar Pustaka
[1] Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perudang-Undangan