Sabtu, 07 Januari 2012

Control Yourself For Better Life

“He Who Controls Other May Be Powerful,
But He Who has Mastered Himself is Mightier Still” (1)
(Lao-Tzu)

Pengendalian diri merupakan sebuah proses dalam diri manusia untuk menjadikan diri memandang suatu persoalan dengan proporsional guna mengambil hikmah yang tersurat maupun tersirat dari persoalan yang mucul untuk dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas keimanan.
Pengendalian diri merupakan hal yang menjadi persoalan bagi setiap individu manusia dalam menghadapi kesulitan dunia. hal yang paling sulit adalah saat manusia tidak dapat mengetahui kapan kesulitan akan datang dan utamanya bgmna rasio dan moral bertindak di atas segalanya daripada nafsu yang menguasai. kondisi demikian mendiptakan diri manusia menjadi pribadi yang sangat rumit namun mendapatkan tempat yang utama di sisi Allah SWT bilamana manusia mampu menghadapi segala persoalan yang ada dengan kesavaran fan rasa syukur kepada Sang Kholiq.
Konsep pengendalian diri telah diajarkan oleh Rasulullah SAW yang dapat dilihat dalam berbagai riwayat hadis ataupun Alqur’an. Menurut Nawari Ismail ada dua peristiwa yang menunjukkan perbuatan mengendalikan diri yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, yaitu peristiwa Thaif dan Fathul Mekkah yang memberikan beberapa hikmah untuk dikadikan renungan dan contoh bagi manusia untuk diteladani. Pertama, kemampuan mengendalikan diri bersumber dan menyatu dengan kemampuan mengendalikan nafsu ammarah, yaitu nafsu yang senantiasa mendorong seseorang untuk melakukan kemungkaran dan perbuatan jelek. Walaupun pengendalian diri merupakan proses internal dalam diri seseorang, namun ia punya dampak budaya dan sosial. Yaitu berupa hilangnya persepsi dan stereotip (negatif) dan terwujudnya interaksi yang baik dan harmoni sosial dalam kehidupan masyarakat. Pengendalian diri yang dilakukan seorang muslim, dan khususnya oleh elite, berfungsi sebagai titik tolak berkembangnya citra positif terhadap Islam dari pihak lain dan sekaligus menjadi modal pengembangan dan keberlangsungan Islam. Sejarah menunjukkan bahwa kemampuan pengendalian diri Rasulullah telah melempangkan perjalanan sejarah Islam berikutnya (2).
Kedua, Rasulullah telah memberikan tauladan tentang perlunya pengendalian diri dalam setiap waktu dan keadaan. Dari kedua contoh peristiwa tersebut, pengendalian diri harus dilakukan dalam dua keadaan. Yaitu ketika seseorang atau umat Islam ketika dihadapkan kepada banyak tantangan dan kesulitan dan berposisi minoritas. Peristiwa Thaif memberikan tuntunan itu. Juga ketika seseorang dan umat Islam berada dalam keadaan lapang, unggul atau dominan, sebagaimana dicontohkan Rasulullah dalam peristiwa fathul Makkah (3).
Ketiga, dari peristiwa Thaif juga dapat diambil hikmah tentang kekuatan do’a sebagai salah satu cara berdakwah. Doa menjadi modal spritual ketika dalam kesulitan, serta tidak punya modal sosial (jumlah jamaah dan jaringan pendukung), ekonomi (materi dan dana yang cukup), politik (kekuasaan), dan bahkan modal lisan (karena nasehat ditolak atau pendapat dan ide yang dibungkam). Do’a bukan merupakan ‘senjatanya’ orang-orang yang kalah, namun merupakan senjata ampuh untuk membalikkan sejarah kehidupan diri dan orang lain. Inilah makna hakiki Hadits yang menegaskan do’anya orang yang teraniaya dan marginal akan dikabulkan oleh Allah (4).
Implementasi pengendalian diri sebenarnya dapat dilakukan dengan menjalankan metode puasa atau intropeksi diri terhadap setiap aktivitas yang sudah kita lakukan. Hawa nafsu haruslah dikontrol semaksimal mungkin dengan usaha dari individu manusia dan berserah diri kepada sang Pencipta. Adapun usaha yang dilakukan oleh manusia adalah sebanyak-banyaknya melakukan perbuatan kebajikan

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetap sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, maliakat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, pederitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (Al-Baqarah :177).

Kebaikan (kebajikan) yang tertera di ayat di atas mencakup seluruh unsur agama islam: prinsip-prinsip keimanan, penegakan syariat seperti mendirikan sholat, membayar zakat dan ifak kepada orang yang membutuhkan dan amalan hari seperti bersabar dan menepati janji (5).
Oleh karena itu, mulailah pengendalian diri mulai saat ini untuk menjadikan kehidupan lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain serta memaknai hidup lebih positif.


1. katakatabijak.com, dapat diakses di http://katakatabijak.com/pengendalian-diri
2. www.radarjogja.co.id, Nawawi Ismail, Pengendalian Diri Dalam Sirah Nabi, dapat diakses pada http://www.radarjogja.co.id/component/content/article/22-cover-story/20462-pengendalian-diri-dalam-sirah nabi.html
3. ibid
4. www.radarjogja.co.id, ibid
5. almanhaj.or.id, dapat diakses di http://almanhaj.or.id/content/2800/slash/0