Kamis, 29 Desember 2011

Mau Dibawa Kemana Perfilman Indonesia? (Sebuah Refleksi)

Sejak diberikannya kesempatan kembali bagi pemilik-pemilik bioskop di Indonesia untuk menayangkan film-film box office, masyarakat mulai menyempatkan waktu kembali untuk menonton film di bioskop. Antrian pun tak kadang menadi hal yang lumrah bagi film-film yang menampilkan aktor-aktris terkenal dan memiliki alur plot yang dianggap bagus. masyarakat pun seringkali menceritakan kembali alur film kepada orang-orang yang belum menonton, meskipun belum tentu orang yang mendengarkan tertarik. Menceritakan kembali film hollywood yang dilihat bisa menjadi sebuah kepuasan batin tersendiri bagi penonton untuk menunjukkan bahwa mereka lebih tahu informasi, bisa untuk menunjukkan tingkatan sosial dalam masyarakat (semakin sering orang nonton film berarti tndanya punya banyak uang), bisa sekedar untuk ikut trend nonton, bisa juga pingin nyari tempat tidur yang enak karena di kost atau rumah ndak ada pendingin ruangang :).
Kualitas film hollywood jarang ada yang meragukan, meskipun ada memang film-film yang berbiaya rendah shngga mengakibatkan kualitas menjadi berkurang. namun secara keseluruhan film hollywood yang ditayangkan di bioskop mendapatkan apresiasi positif dari penonton. Lantas kemanakah film indonesia berada?
Sudah menjadi rahasia umum bahwa film Indonesia kalah bersaing dengan film hollywood, bisa ditengok kondisi bioskop yang di setiap teaternya hanya menyediakan film indonesia bila dibandingkan dengan bioskop yang menyediakan film-film hollywood. Masyarakat cenderung skeptis dan gerah dengan kondisi perfilman di Indonesia. Film Indonesia cenderung monoton yang didominasi film horor, film komedi, film horor komedi, film komedi horor, film horor aneh, film horor-hororan, film komedi yang terlihat seronok.
Selain Jenis Film yang itu-itu saja, ditambah lagi dengan alur cerita yang sering tidak jelas, dipaksakan, istilah kerennya gantung hingga bisa bikin orang yang nonton tidur karena bosan. Beberapa film mampu mendobrak jenis film yang sering disajikan di bioskop, misal Ketika Cinta Bertasbih, Dalam Mihrab Cinta, DI Bawah Lindungan Kakbah, Laskar Pelangi yang mendulang animo tinggi dari masyarakat namun sayangnya masih terbilang minim. Terobosan yang baik dilakukan oleh produser film indonesia seperti Nia Zulkarnaen dan Ari Sihasale yang mencoba menciptakan film yang inspiratif misalnya dengan Denias, atau adanya proyek film Semesta Mendukung. Permasalahan alur yang mengambang dan "gantung" seringkali disebabkan karena minimnya dana daan riset yang kurang lama
Kelemahan yang mencolok lain dari Film Indonesia adalah terkait tekhnologi animasi yang masih kurang baik sehingga membuat film yang punya alur yang baik menjadi tdiak bagus untuk ditonton.
Sudah seharusnya FIlm yang dibuat harus mampu memberikan visualisasi yang baik bagi penonton yang mampu meberikan hiburan yang baik setidaknya alur plot yang kurang baik dapat teratasi dengan tekhnologi animasi yang bagus. Berkaca pada film Korea yang berkutat pada hal yang sama dengan produksi film di Indonesia yaitu permasalahan dana produksi namun pada akhirnya kualitas film dapat dinikmati karena alur film dibuat menarik dan penonton dibuat penasaran hingga akhir FIlm.

Selain kata-kata keprihatinan akan perfilman di Indonesia. Dibutuhkan tindakan kreatif dari sineas perfilman di Indonesia dan dukungan pemerintah yang optimal untuk memajukan film di Indonesia

Jadi, selamat menonton film namun tetap kritis

Jumat, 23 Desember 2011

Membangun Etika Berpolitik dan Kesadaran Hukum dalam Pemilihan Raya Mahasiswa

Sebuah pertanyaan sederhana namun membuat saya termenung sesaat ketika seorang adik angkatan di kampus menceritakan akan kondisi paket peraturan perundang-undangan tentang pemilihan umum di universitas. Betapa tidak sejak era saya sebagai ketua mahakamah pemira periode 2009 dan 2010 belum ada pembenahan yang berarti tentang paketperundang-undangan pemilihan umum. Padahala dalam pemilihan umum terjadi sebuah kompetisi untuk menawarkan sebuah program yang merepresentasikan mahasiswa untuk menciptkan keharmonisan hubungan dengan pihak rektorat tanpa meninggalkan sikap kritis yang beretika.
Tanpa bermaksud mencela ataupun menjatuhkan teman-teman yang bertindak sebagai legislator, kualitas pembentukan peraturan perundang-undangan sangat jauh dari harapan. Hal ini dapat berakibat pada tidak tertatanya penyelennggaraan pemilihan umum yang kemungkinan besar menimbulkan terjadinya pelanggaran dan kecurangan dalam pemilihan umum. Kesan buruknya kualitas peraturan perundang-undangan dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama, dalam hal tenggat waktu pembahasan di era mahkamah pemilihan raya mahasiswa tahun 2009, pembahasan paket undang-undang penyelenggaraan pemilihan raya mahasiswa baru selesai pada saat pembentukan penyelenggara pemilihan umum, pada tahun 2010 paket undang-undang pemilihan umum pun juga selesai mendekati pembentukan penyelenggara pemlihan umum, dan pada tahun 2011 paket undang-undang pemilihan umum yang baru hingga pembentukan penyelenggara pemilihan uumum berakhir masih dalam tahap pembahasan yang berakibat pada berlakunya paket uu pemilihan umum periode tahun sebelumnya. Kedua, masih diketemukannya pasal-pasal yang tidak sesuai dengan urutan bab dalam sebuah undang-undang ataupun menimbulkan penafsiran yang ambigu. Sebagai contoh keberadaan pasal 5 ayat 2 dan pasal 6 ayat 1 dalam UU tentang partai Politik yang berbunyi
Pasal 5 ayat 2
Pengesahan partai mahasiswa oleh KPRM KM UGM selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
setelah penerimaan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 6 ayat 1
Partai pendaftar yang telah memenuhi ketentuan, wajib ditetapkan KPRM KM UGM paling lambat 3 (tiga) hari setelah pendaftaran dianggap telah memenuhi kelengkapan administratif.

Menurut saya, ketetuan ini saling bertentangan satu dengan yang lain yang menimbulkan kesulitan bagi penyelenggara pemilihan umum untuk membuat suatu ketentuan yang dapat menjadi pedoman bagi partai pendaftar seharusnya cukup disederhanakan saja dalam pasal 5 ayat 2 bahwa pengesahan partai pendaftar selambat-labatnya 7 (tujuh) hari. Ketentuan waktu 7 (tujuh) hari pun perlu dipertimbangkan pula oleh pembuat undang-undang apakah 7 (tujuh) hari kerja atau 7(tujuh) setelah penerimaan pendaftaran dengan memperhitungkan tenggat waktu selesainya pemilihan umum. Ketiga, buruknya kualitas Undang-undang dapat terlihat dari ketiadaan data atau notulensi pembahasan yang menggambarkan maksud pembentuk undang-undang menyusun suatu undang-undang. Hal yang lazim terjadi adalah badan legislative meminta diadakan pertemuan dengan Mahkamah Pemilihan umum dan menjelaskan akan pasal-pasal yang menjadi persoalan guna memperjelas suatu ketentuan namun alih-alih memberikan penjelasana tindakan yang dilakukan oleh badan legislative akan dinilai sebagai bentuk intervensi terhadap independensi hakim ketika suatu waktu akan memutus perkara.
Masalah mendasar dari penurunan kualitas dari sebuah undang-undang ataupun tidak terselesaikannya suatu undag-undang, dikarenakan faktor rendahnya bangunan kepercayaan antar partai politik untuk membentuk suatu undang-undang, faktor buruknya kualitas pembuat undang-undang (sumber daya manusia), faktor politik kekuasaan. Ketiga faktor tersebut harus dibenahi satu persatu agar ke depan pembetukan suatu undang-undang menjadi lebih berkualitas. dalam hal membangun kepercayaan memang tidaklah mudah namun dapat dimulai dengan dilakukannya diskusi bersama anatara partai politik akan suatu permasalahan yang sedang terjadi, bangunan kepercayaan dapat dimulai dengan dilakukannya komunikasi yang baik antar anggota partai politik, atau dengan adanya komitmen bersama dari semua penurus partai politik untuk membentuk sebuah undang-undang yang berkualitas dengan melakukan inventarisir kebutuhan dan prioritas. Buruknya kualitas pembuat undang-undang harus diatasi dengan menyiapkan program pelatihan bagi calon legislator. Dan terakhri dalam hal paradigm politik kekuasaan harus dibangun kesadaran dalam setiap partai politik untuk menciptakan paradigm baru yaitu politik kerakyatan yaitu setiap tindakan yang dilakukan harus memberikan dampak postif bagi kepentingan masayrakat.
Besar kiranya terjadi perubahan yang berdampak kemajuan bagi pembnetukan erturan perundang-undangan dan etika berpolitik para aktor-aktor politik agar tercipta kesatuan gerak membangun kualitas mahasiswa yang lebih baik bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.