Jumat, 01 Juli 2011

Dimanakah Perlindungan Bagi "Whistle Blower" dalam Tindak Pidana Korupsi?

Secara umum pengertian  whistleblower adalah orang-orang yang mengungkapkan fakta kepada publik mengenai sebuah skandal, bahaya, malpraktik, mal-administrasi maupun korupsi [1]. Dalam berbagai negara kasus yang menjadi perhatian dalam konteks whistleblower terkait dengan perbuatan yang melanggar hukum, perbuatan yang tidak pantas, dan kelalaian yang mempengaruhi kepentingan umum; bahaya terhadap kesehatan dan keselamatan umum; dan bahaya terhadap lingkungan. Oleh karena itu maka konteks  whistleblower  ini tidak hanya mencakup masalah criminal (pidana) tapi mencakup bidang yang lebih luas. Dalam prakteknya dibedakan antara  whistleblower  dengan para pelapor  dan informan. Namun perbedaan utamanya adalah para whistleblower tidak akan memberikan kesaksiannya langsung di muka persidangan (peradilan), jadi jika ia memberikan kesaksiannya ke muka persidangan, maka statusnya kemudian menjadi “saksi”.  Para whistleblower ini sangat rentan akan intimidasi dan ancaman karena status hukumnya (di Indonesia)  tidak diakui. Dalam kasus pidana korupsi, mereka biasanya disebut sebagai para pelapor (dikategorikan saja secara sederhana berdasarkan KUHAP)[2].
Adapun pengertian whistleblower  menurut PP No.71 Tahun 2000 adalah orang yang memberi suatu informasi kepada penegak hukum atau komisi mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor[3]. Perlindungan bagi whistleblower apabila merujuk pada UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban tidak dijelaskan secara implisit, namun secara eksplisit dapat dilihat dalam pasal 10 Tahun 2006 yang berbunyi: “Seorang saksi yang juga terdakwa dalam kasus sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana jika ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan. Tetapi kesaksiannya bisa dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang dijatuhkan”Menurut pakar hukum pidana UGM, Eddy O.S. Hiariej, bahwa Pasal 10 Ayat (2) UU No.13 Tahun 2006 adalah bertentangan dengan semangat Whistleblower, Karena pasal ini tidak memenuhi prinsip perlindungan terhadap seorang Whistleblower, dimana yang bersangkutan tetap akan dijatuhi hukuman pidana bilamana terlibat dalam kejahatan tersebut [3]. Lebih lanjut Eddy O.S. Hiariej memberikan penilaian bahwa pasal 10 Ayat (1) dan Ayat (2) UU No. 13 Tahun 2006 terdapat 3 (tiga) kerancuan.Pertama, saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama akan menghilangkan hak excusatie terdakwa. Hal ini merupakan salah satu unsur objektifitas peradilan. Ketika Whistleblower sebagai saksi dipengadilan maka keterangannya sah sebagai alat bukti jika diucpkan dibawah sumpah. Apabila Whistleblower berstatus sebagai terdakwa yang diberikan tidak dibawah sumpah.Kedua, disitulah letak adanya ambigu, siapa yang akan disidangkan terlebih dahulu atau disidangkan secara bersamaan.Ketiga, ketentuan Pasal 10 Ayat (2) UU No.13 Tahun 2006 bersifat contra legem dengan ayat (1) dalam pasal dan Undang-Undang yang sama, pada hakikatnya menyebutkan bahwa saksi, korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikan [4].
Dalam rangka perlindungan saksi dan korban diperlukan penyesuaian dengan Psl 33 UNCAC (Corruption Assessment and Compliance United Nation Convention Against Corruption) yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006: Setiap negara peserta wajib mempertimbangkan untuk mengatur tentang upaya untuk melindungi ketidakadilan yang diterima pelapor yang beritikad baik dan didukung oleh alasan yang rasional[5].


Daftar Pustaka
[1]http://perlindungansaksi.files.wordpress.comPengertian Saksi & Perlindungan Bagi “Para Pelapor”  Haruslah  Di Perluas, tanggal 1 Juli 2011 jam 22.30 diakses pada http://perlindungansaksi.files.wordpress.com/2008/05/02-perlindungan-bagi-pelapor-bahan-lobby.pdf 
[2] ibid
[3]pn-purworejo.go.idDr. H. Anwar Usman, SH., MH. dan Dr. AM. Mujahidin, MH.,Whistleblower Dalam Perdebatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tanggal 1 Juli 2011 jam 22.30, dapat diakses pada pn-purworejo.go.id/.../WHISTLEBLOWER%20DALAM%20PERDEBATA...
[4] ibid
[5]http://www.elsam.or.idHarmonisasi & Prospek UU Perlindungan Saksitanggal 1 Juli 2011 jam 22.45, dapat diakses pada http://www.elsam.or.id/pdf/Harmonisasi_&_Prospek_UU_PSK.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar